JURNALPANTURA.COM, Semarang - Akselerasi penurunan angka kemiskinan di Jawa Tengah yang tercatat tertinggi se-Indonesia pada periode September 2016-Maret 2017 dengan jumlah 43 ribu jiwa masih belum memuaskan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP. Menurutnya prestasi tersebut belum cukup membahagiakan mengingat masih ada 4,45 juta orang miskin di Jawa Tengah.
“Buat saya (masih) terlalu rendah dan kita tidak bisa bertepuk tangan. Penurunan kita paling tinggi tapi kecil sekali dan belum signifikan. Kalau penurunan bisa sampai tiga juta itu baru boleh mrenges, tepuk tangan, nggulung-gulung,” katanya saat menjadi narasumber pada program dialog interaktif Mas Ganjar Menyapa, yang disiarkan langsung melalui MNC Trijaya FM dan sejumlah radio Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) dari Rumah Dinas Puri Gedeh, Selasa 21 /11/2017.
Ganjar mengatakan anggaran yang dikucurkan untuk program penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota mencapai triliunan rupiah. Namun penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun masih harus terus digenjot. Karenanya perlu terobosan dan inovasi, salah satunya dengan mencari sumber-sumber pembiayaan lain di luar APBD untuk membiayai program infrastruktur yang membutuhkan anggaran paling besar.
“Kalau pembiayaan infrastruktur mengambil dana dari pinjaman PT SMI atau pinjam dari BPD. Maka anggaran yang lain bisa kita pakai untuk penanggulangan kemiskinan ini,” ujarnya.
Pembiayaan proyek infrastruktur melalui penerbitan obligasi daerah ini, imbuh Ganjar, masih belum dilirik oleh pemerintah daerah. Bahkan saat dirinya ingin menerbitkan obligasi tersebut pernah ditolak oleh DPRD Jawa Tengah. Padahal di tengah keterbatasan APBD, obligasi daerah bisa menjadi sumber pembiayaan baru.
Saat ini baru ada tiga kabupaten yang menerapkan obligasi daerah untuk membantu pembiayaan infrastruktur, yakni Kabupaten Temanggung, Grobogan, dan Sragen. Ganjar akan terus mendorong kabupaten/ kota lainnya mengikuti jejak ketiga kabupaten tersebut agar persoalan kemiskinan dapat dikeroyok dengan menggunakan dana baik dari APBD maupun luar APBD.
“Setiap kabupaten/ kota bahkan provinsi bisa menggunakan itu (obligasi daerah) di awal masa jabatan. Sehingga pas waktu satu periode jabatan bisa selesai (proses cicilan),” tuturnya.
Kepala OJK Jawa Tengah dan DIY Bambang Kiswono mengatakan obligasi daerah ini sangat bermanfaat untuk membantu mempercepat pembangunan infrastruktur daerah. Namun infrastruktur yang bisa dibiayai dengan obligasi daerah adalah infrastruktur yang menguntungkan.
“Syaratnya yang dibiayai proyek-proyek yang menguntungkan, misalnya kayak taman itu tidak bisa karena tidak ada keuntungan tapi kalau rumah sakit bisa,” katanya.
Obligasi ini, lanjut Bambang dapat menghasilkan sumber dana langsung dari masyarakat dan pembiayaannya jauh lebih murah dibanding pembiyaan melalui perbankan. Selain itu, masyarakat juga bisa ikut andil mengawasi proyek infrastruktur dan merasa memiliki bersama.
Dalam waktu dekat ini OJK juga akan membuat tim untuk menyosialisasikan obligasi daerah ini kepada pemerintah daerah dan DPRD serta mendampingi mereka untuk menerbitkan obligasi. Sehingga mereka paham tentang obligasi daerah dan keuntungan yang didapat darinya.(J02)
0 komentar:
Posting Komentar